Manfaat Kenaikan Pajak Cukai dan Harga Tembakau, Telaah Sistematis.
Kata Kunci:
tobacco control, tobacco excise, benefit of tobacco tax, cigarette price increaseAbstrak
Secara global dari tahun 1990 hingga 2019, prevalensi perokok pria turun sebanyak -27,5% menjadi 32,7% dan prevalensi perokok wanita 6,62%. Dalam riset GBD 2019 Tobacco Collaborators, Indonesia dianggap stagnan dan tidak mengalami penurunan prevalensi merokok karena perokok pria naik + 6,94% menjadi 58,3% dan prevalensi perokok wanita 3,6%.. Sementara negara lain mulai mengalami penurunan prevalensi sejak ditandatanganinya FCTC (kerangka kerja pengendalian tembakau). Riset GATS yang dilakukan WHO tahun 2021 menunjukkan prevalensi perokok pria di Indonesia sebesar 65,5%. Meskipun demikian, Indonesia sering menaikkan pajak tembakau atau Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk menaikkan harga tembakau supaya prevalensi perokok dapat diturunkan. Kajian ini merangkum manfaat dari pajak dan harga tembakau yang lebih tinggi dengan menggunakan kajian literatur sistematik PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses), 90 artikel dalam bahasa Inggris tentang manfaat pajak dan harga tembakau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian terkait manfaat pajak dan harga tembakau berfokus pada penurunan prevalensi perokok dewasa dan remaja, menguntungkan 20% penduduk berpendapatan rendah, menghasilkan manfaat sosial ekonomi yang signifikan. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa negara yang menerapkan FCTC dan menaikkan pajak tembakau memiliki penurunan prevalensi perokok yang signifikan dibandingkan Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk mengoptimalkan manfaat kenaikan pajak tembakau dengan mengadopsi pengendalian tembakau di negara yang berhasil menurunkan prevalensi merokok. Penelitian ini difokuskan pada manfaat pajak tembakau setelah berlakunya FCTC pada tahun 2003.